Sunday, September 20, 2020

Unknown

TEORI MOTIVASI DOUGLAS Mc. GREGOR DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

 

PEMBAHASAN TEORI MOTIVASI

DOUGLAS Mc. GREGOR DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

 

Awalnya, Mc. Gergor menerapkan teori motivasi “X” dan “Y” di lingkungan industri. Ia tidak hanya menemukan kegunaan dalam menyusun tata observasinya, tetapi ternyata data itu secara retroaktif merupakan sumber pengesahan dan pembuktian atas teori itu. Dari bidang inilah, dan bukan dari laboratorium dukungan empiris mengenai teori ini diperoleh (Maslow, 1993).

Teori ini menggabungkan kedua sumber motivasi, yakni motivasi internal dan motivasi eksternal (Hick, 1995). Dalam teori ini, motivasi eksternal dimanifestasikan dalam asumsi yang dibuat oleh manajer mengenai sifat-sifat bawahannya. Dalam konteks pendidikan, sebut saja manajer sebagai guru atau tenaga pendidik, dan bawahan sebagai peserta didik.  Hal tersebut menentukan bagaimana seorang guru atau tenaga pendidik mempelajari sifat-sifat peserta didik yang menentukan bagaimana cara memotivasinya agar mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

Dari cara guru memahami sifat-sifat peserta didik, asumsinya guru merupakan penyebab bagi tingkah laku siswa atau peserta didik. Anggapan tentang X atau Y dalam teori ini akan mempengaruhi bagaimana guru memberikan model pengajaran dan memotivasi peserta didiknya, yang berakibat pada prestasi peserta didik.

Mc. Gregor mengajukan 2 alternatif mengenai kepribadian manusia. Yang pertama disebut Teori X. Asumsi teori X adalah sebagai berikut :

1.    Sudah menjadi sifatnya manusia rata-rata mempunyai suatu perasaan yang tidak menyukai suatu pekerjaan dan akan menghindarinya jika dapat.

2.    Disebabkan oleh sifat-sifat khusus manusia yang tidak menyukai pekerjaan, kebanyakan orang harus dipaksa, dikendalikan, diatur dan diancam dengan hukuman agar mereka terdorong untuk meraih tujuan.

3.    Manusia rata-rata menjadi lebih suka diatur, berusaha menghidarkan tanggungjawab, secara relatif memiliki sedikit ambisi, menghendaki keamanan/ jaminan hidup atas segalanya[1].

Pendeknya, teori X menjelaskan bahwa pada dasarnya mengatakan bahwa manusia memiliki ciri-ciri negatif (Siagian, 2005).

Pandangan Mc. Gregor lainnya mengenai sifat dasar manusia disebut teori Y yang berisikan asumsi yang ia percaya mampu untuk membimbing kepada motivasi yang lebih besar dan meningkatkan pemenuhan kedua kepentingan yaitu individu dan tujuan organisasi. Asumsi teori Y adalah sebagai berikut :

1.    Mereka memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain.

2.    Mereka akan berusaha melakukan tugas tanpa terlalu banyak diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri sendiri.

3.    Pada umumnya mereka akan menerima tanggung jawab yang lebih besar.

4.    Mereka akan berusaha menunjukkan kreativitasnya dan oleh karena itu akan berpendapat bahwa mengambil keputusan merupakan tanggung jawab mereka juga [2].

Pada dasarnya teori Y mengatakan bahwa manusia memiliki ciri-ciri positif (Siagian, 2005).

Dalam pendidikan, seorang guru atau tenaga pendidik yang menganut anggapan teori X, akan memiliki model pembelajaran yang cenderung otokratik dan lebih suka mengatur. Sebaliknya, guru yang mengikuti teori Y akan lebih menyukai model pembelajaran yang partisipatif dan demokratis (Handoko, 2011).

Dasar teori Y yang terpenting adalah integrasi – pembentukan suatu lingkungan dimana (dalam konteks ini peserta didik) dapat berprestasi dengan sebaik-baiknya mengenai tujuan mereka. Dengan cara tersebut, teori ini menitikberatkan pada tingkat motivasi internal yang besar. Tekanan yang berat pada motivasi internal dimaksudkan agar semua peserta didik termotivasi oleh kepentingan penghargaan untuk diri sendiri dalam mengerjakannya. Namun perlu diingat bahwa peserta didik memiliki keunikan tersendiri yang berbeda-beda, oleh karena itu motivasi ekternal perlu dilakukan karena memiliki tingkat kefleksibelan untuk menyesuaikan setiap individu yang berbeda dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Apabila dikaitkan dengan teori Maslow akan terlihat gejala bahwa mereka yang tergolong sebagai manusia “X” akan lebih mementingkan pemuasan kebutuhan “tingkat rendah”, seperti pemuasan kebutuhan pokok dan kurang memberikan perhatian pada kebutuhan aktualisasi diri. Sebaliknya, yang terjadi pada tipe “Y” pemuasan kebutuhan yang sifatnya psikologis lebih diutamakan daripada pemuasan kebutuhan-kebutuhan yang besifat kebendaan (Siagian, 2005).

Kedua pandangan teori tersebut mempengaruhi cara memotivasi peserta didik. Banyak anak yang tidak berkembang karena tidak memperoleh motivasi yang tepat (Hamzah 2007). Jika seseorang  mendapat motivasi yang tepat, maka hasil akan tercapai. Teori tokoh satu dengan yang lain pada dasarnya saling melengkapi, sesuai dengan situasi dan kondisi seseorang (Purwanto, 2011). Pada akhirnya, dalam pendidikan hendaknya tidak memberikan sugesti negatif yang membuat peserta didik rendah diri dan tidak men-judge anak dengan asusmsi teori X menggunakan labelling-labelling yang menghambat motivasi dan aktualisasi peserta didik.

 

BAB III

TERAPAN TEORI MOTIVASI

DOUGLAS Mc. GREGOR DALAM PENDIDIKAN

 

Motivasi merupakan aspek yang sangat penting dari pembelajaran. Apa dan seberapa banyak hal-hal yang dipelajarai akan dipengaruhi oleh motivasi pelajar (Santrock, 2008). Guru atau tenaga pendidik sebagai sosok yang sangat berperan dalam memotivasi peserta didik dituntut untuk selalu memiliki inovasi bagaimana menjadikan suasana kelas yang kondusif. Selain itu, sistem pendidikan juga akan mempengaruhi hasil belajar mengajar.

Perbedaan individual yang diasumsikan dalam teori X dan Y perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengajaran di kelas. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan untuk memahami perbedaan individual, mulai dari kecerdasan sampai pada aspek psikologis lainnya.

Perlakuan terhadap peserta didik yang diasumsikan pada teori X, hendaknya menggunakan pendekatan yang tegas namun tidak memberikan sugesti negatif dan labelling yang justru membuat peserta didik rendah diri. Untuk murid yang berprestasi rendah; guru harus membantu mereka untuk mencapai tujuan belajar dan beri dukungan untuk mencapai tujuan itu,  mendorong peserta didik untuk bekerja keras dan membuat kemajuan. Untuk murid yang memiliki sindrom kegagalan atau yang pernah mengalami kegagalan dan enggan untuk bangkit; dorong mereka untuk berpikir positif dan memahami apa yang menyebabkan mereka gagal, kemudian membantu memberikan solusi terbaik. Dan bagi murid atau peserta didik yang cenderung pasif dan melindungi harga diri dengan tidak mau bekerja keras, malas dan cenderung melakukan hal-hal yang membuatnya merasa “aman”, hendaknya guru memberi tugas yang memancing rasa ingin tahu mereka, beri motivasi ekstrinsik berupa imbalan pada semua kategori murid jika ia menunjukkan progress dalam belajar, dorong murid untuk memegang keyakinan positif terhadap kemampuan mereka sendiri, menekankan peran guru sebagai pembimbing dan mendukung usaha pembelajaran murid, bukan sebagai figur otoriter yang hanya mengontrol perilaku peserta didik (Santrock, 2008).

Sebaliknya, perlakuan terhadap peserta didik yang diasumsikan pada kriteria teori Y, perkuat motivasi intrinsik dan dorongan untuk mengaktualisasikan dirinya dengan motivasi ekstrinsik berupa suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan, hadiah atau penghargaan yang tepat, pujian bahwa mereka kompeten dan menghidarkan murid dari kelelahan berlebih pada fisik maupun mental.

Secara keseluruhan, perlakuan terhadap asumsi teori X maupun Y harus diterapkan dalam situasi pembelajaran dengan cara yang tepat. Karena perbedaan individu pasti akan selalu ada, maka solusi mewadahi kedua teori, yakni X dan Y untuk memecahkan masalah tersebut dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar dengan cara :

1.    Memberikan waktu istirahat yang cukup agar peserta didik tidak mengalami kejenuhan belajar yang berdampak pada turunnya motivasi.

2.    Walaupun jarang diterapkan, membiarkan peserta didik mengawali hari dengan pelajaran yang paling disukai, akan menguatkan motivasi mereka dalam belajar dan membuat mereka semangat untuk berangkat ke sekolah.

3.    Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi posisi meja (bangku), rak buku dll. Sampai memungkinkan siswa merasa berada di kamar baru yang lebih menyenangkan.

4.    Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat daripada sebelumnya [3].

Selain beberapa cara diatas, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi intrinsik, sehingga peserta didik beranggapan bahwa apa yang akan mereka lakukan bukan karena imbalan eksternal. Cara ini mempromosikan determinasi diri dan siswa memiliki pilihan sendiri dalam melakukan tanggung jawabnya, yakni antara lain :

1.    Luangkan waktu. Luangkan waktu untuk berbicara dengan murid dan jelaskan mengapa aktivitas pembelajaran yang harus mereka lakukan adalah penting.

2.    Bersikap penuh perhatian. Perhatikan perasaan murid saat mereka disuruh untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan.

3.    Kelola kelas dengan efektif. Usahakan agar murid bisa membuat pilihan personal. Biarlah murid memilih topok sendiri, tugas menulis dan proyek riset sendiri. Beri mereka pilihan dalam  cara melaporkan tugas mereka.

4.    Ciptakan putsat pembelajaran. Murid dapat belajar sendiri atau secara kolaboratif dengan murid lain untuk proyek yang berbeda. Murid  dapat memilik aktivitas yang mereka lakukan.

5.    Bentuk kelompok minat. Bagi murid ke dalam kelompok minat dan biarkan mereka megerjakan tugas riset yang relevan dengan minat mereka[4].

6.    Buat program yang menyenangkan dan libatkan mereka untuk menentukan kegiatan di luar jam pelajaran. Misal; Sehari berbahasa Inggris, mengadakan program rutin saat liburan semester dll.

Banyak hal yang perlu dilakukan untuk membuat peserta didik menikmati pembelajaran yang efektif. Inovasi dan pemikiran kreatif harus selalu dikembangkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam hal berprestasi dan keterampilan lainnya.

 

 



[1] Douglas Mc. Gregor. The Human Side  of Enterprise. Mc. Graw Hill. New York. 1960

[2] Sondang P. Siagian. Fungsi-Fungsi Manajerial : Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta. 2005

[3] Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan : Suatu Pendekatan Baru. Remaja Rosdakarya, Bandung. 1995

[4] John W. Santrock. Psikologi Pendidikan. Kencana, Jakarta. 2008

Unknown

About Unknown

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :