Friday, September 18, 2020

Unknown

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TEORI ERIK ERIKSON

 

 

MAKALAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

“TEORI ERIK ERIKSON”

 

PENDAHULUAN

Erik Erikson lahir dikota Frankurt, Jerman, tanggal 15 juni, 1902. Ada sedikit misteri tentang silsilah keluarganya. Ayah biologisnya seorang yang tidak kenal bernama Danish. Dia meninggalkan ibunya sebelum Erik lahir. Ibunya, bernama Karla Abrahasemen, seorang wanita Yahundi yang membesarkan Erik seorang diri selama 3 tahun. Ibunya lalu dinikahi Dr. Theodor Homberger, seorang dokter anak, dan setelah ibunya menikah mereka lalu pindah ke kota Karlsruhe di selatan Jerman.

Perkembangan identitas/diri tampaknya menjadi salah satu perhatian terbesarnya dsalam kehidupan Erikson sendiri sama seperti teorinya. Pada waktu kecilnya, dan awal remaja, ia adalah seorang Erik Homberger, dan orang tuanya menyimpan rahasia tentang kelahirannya.

Di sekolah biara, tman-temannya menggoda dia seorang Nordic. Artinya, mereka menggoda Erik karena dia seorang Yahudi. Setelah lulus dari SMA, Erik ingin menjadi seorang seniman. Saat dia tidak mengambil kelas seni, dia berkeliling Eropa untuk mengunjungi museum dan tidur di bawah jembatan. Dia hidup menjadi seorang yang pemberontak, itu sebelum menjadi seorang yang ‘’the thing to do’’.  Selain mengajar seni, Erik mendapatkan sertifikat dari pendidikan Montessori dan satu lagi dari Perkumpulan Psikoanalitik Vienna.

Saat mengajar di sana Erikson bertemu dengan guru dansa dan menikah, mereka memiliki tiga orang anak, salah satunya menjadi seorang sosiolog sama seperti dirinya. Erik lalu mengajar di Yale, dan tinggal di Universitas California di Barkeley. Disinilah Erik melakukan pelajaran tentang kehidupan moderen.

Sebelum melihat lebih jauh mengenai teori dari Erik Erikson, maka kita tidak bisa melewati sketsa biografi Erik Erikson yang juga berperan/mendukung terbentuknya teori psikoanalisis. Pencarian identitas tampaknya merupakan fokus perhatian terbesar Erikson dalam kehidupan dan teorinya.

Pertama kalinya Erikson belajar sebagai “child analyst” melalui sebuah tawaran/ajakan dari Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di Vienna Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu kurang lebih tahun 1927-1933. Bisa dikatakan Erikson menjadi seorang psikoanalisis karena Anna Freud. Kemudian pada tanggal 1 April 1930 Erikson menikah dengan Joan Serson, seorang sosiologi Amerika yang sedang penelitian di Eropa. Pada tahun 1933 Erikson pindah ke Denmark dan di sana ia mendirikan pusat pelatihan psikoanalisa (psychoanalytic training center). Pada tahun1939 Erikson pindah ke Amerika Serikat dan menjadi warga Negara tersebut, selain itu secara resmi pun dia telah mengganti namanya menjadi Erik Erikson. Tidak ada yang tahu apa alasannya memilih nama tersebut.

Pembahasan Teori Erikson

Erikson memberi jiwa baru kedala teori psikoanalisis, dengan memberi perhatian lebih besar kepada ego dari pada id dan superego. Ego berkembang melalui respon terhadap kekuatan dalam dan kekuatan lingkungan sosial. Ego bersifat adaptif dan kreatif, berjuang aktif (otonomi) membantu diri menangani dunianya. Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi mengenai perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah disusun sangat berpengaruh terhadap “Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan kata lain, Erikson mengemukakan persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip epigenetic. Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah rangkaian kata yaitu :

1.  Pada dasarnya setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami keserasian dari tahap-tahap yang telah ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong, mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih luas.

2. Masyarakat, pada prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk memelihara saat setiap individu yang baru memasuki lingkungan tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk mendorong secara tepat berdasarkan dari perpindahan didalam tahap-tahap yang ada.

Namun menurutnya, ego memiliki sifat adaptif, kreatif, dan otonom. Kemudian pengertian sifat ego di simpulkan sebagai berikut:

1.       Ego Kreatif

Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada dalam Psikoanalisis Freud, yakni kepercayaan, dan penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetenisi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta identitas.

2.       Ego Otonomi Fungsional

Teori ego dari Erikson yang dapat di pandang sebagai pengembangan dari teori perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan yang luas sebagai teori yang khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetic.

3.       Aspek psikoseksual

Teori perkembangan dari Erikson melengkapi dan menyempurnakan teori Freud

Dalam dua hal, pertama melengkapi tahapan perkembangan menjadi delapan tahap yakni tahap bayi (infancy), anak (early childhood), bermain (play age), sekolah (school age), remaja (adolescence), dewasa awal (young adulthood), dwasa madya (middle adulthood), dan usia tua (late adulthood).

 

 

 

4.       Tahap-tahap perkembangan

 

1.Tahap pertama

Usia ini merupakan masa secara psikososial amat fundamental bagi tahap perkembangan selanjutnya.

 

2.Tahap kedua

Pada tahap ini anak mempelajari apa yang di harapkan dirinya. Jika anak diberi kebebasan terbatas maka dia akan belajar mandiri.

 

3.Tahap ketiga

Pada tahap ini individu akan mampu mengontrol diri dan lingkungannya. Anak mulai memahami perbedaannya dengan orang lain.

 

4.Tahap keempat

Pada tahap ini anak-anak harus memulai pendidikannya serta mempelajari keterampilan soaial yang sesuai dengan tuntunan yang ada di lingkungan masyarakat tempat mereka tinggal hingga mereka mulai mempelajari  rasa keberhasilan baik itu di bidang akademik maupun sosial.

 

5.Tahap kelima

Tugas yang harus dipenuhi pada tahap ini adalah mencapai identitas diri. Pada tahap ini individu dihadapkan pada pembentukan identitas yang akan merasakan penderitaan di masa lalu sehingga jika individu tidak bisa mengatasinya maka akan timbul krisis identitas.

 

6.Tahap keenam

Pada tahap ini orang dewasa awal siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain.

 

7.Tahap ketujuh

Ciri pada tahap ini adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan serta pembentukan dan penetapan garis pedoman untuk generasi mendatang.

 

8.Tahap delapan

Integritas di lukiskan sebagai sebuah keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda maupun ide serta setelah berhasil menyesuaikan diri dengan keberhasilan ataupun kegagalan dalam hidup. Kegiatan baik fisik maupun mental menjadi berkurang sehingga kebijaksanaan ini menjadi integritas dan merupakan keprihatinan objektif terhadap kehidupan, di hadapan kematian.

 

 

 

Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :

  1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)

Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.

  1. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu

Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.

Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.

Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.

  1. Inisiatif vs Kesalahan

Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.

  1. Kerajinan vs Inferioritas

Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.

  1. Identitas vs Kekacauan Identitas

Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan identitas.

  1. Keintiman vs Isolasi

Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun. Sementara dari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.

  1. Generativitas vs Stagnasi

Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.

  1. Integritas vs Keputusasaan

Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumaph serapah dan menyesali kehidupan sendiri.

Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENUTUP

Pada dasarnya pusat dari perumusan konsep Erikson meliputi beberapa bagian yang dianggap memiliki aspek penting seiring berjalannya roda dalam kehidupan manusia yaitu :

  1. Identitas ego yang menurut Erikson berarti bahwa perkembangan setiap individu adalah di dalam kerangka lingkungan dan budaya di mana setiap individu dapat menemukan dirinya yang sebenarnya.
  2. Langkah-langkah guna mengembangkan psikososial yang epigenetik. Pada awalnya teori Erikson bermula dari teori Freud mengenai psikoseksual namun kemudian dikembangkan oleh Erikson ke luar dari pendapat tersebut dengan mempertimbangkan perkembangan ego dalam konteks psikososial.
  3. Perkembangan hidup manusia pada dasarnya berawal atau beredar dari masa bayi sampai masa usia senja/tua sesuai dengan delapan tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson.
  4. Kekuatan ego, yang menandai masing-masing delapan langkah-langkah perkembangan manusia adalah kebaikan seperti harapan, akan tujuan dan kebijaksanaan (Christopher F.Monte, Beneath The Mask an Introduction of Theories of Personality).

Hal lain yang menurut Erikson penting bahwa apabila kecenderungan dari segi positif yang diinginkan tidak dapat dicapai dalam tahap sebelumnya, maka pada tahap-tahap sesudahnya semua itu dapat terulang kembali untuk dapat diraih dan dikembangkan.

Setelah mempelajari teori perkembangan kepribadian Erikson ada hal positif dan negatif yang muncul dalam pemikiran saya sebagai pembuat makalah mengenai Teori Psikososial dari Erik Erikson yaitu bahwa pencetus ide dalam teori ini, dalam hal ini Erikson setidak-tidaknya berhasil memberi arah perkembangan kepribadian yaitu guna pencapaian identitas ego berikut pematangannya. Dan hal ini diterangkan maupun dipaparkan oleh Erikson secara baik dan lengkap melalui delapan tahap yang ada. Sedangkan dari sisi negatifnya bahwa Erikson menetapkan hubungan antar tahap agak mengikat, seolah-olah tahap sebelumnya begitu menentukan secara langsung kwalitas dan kwantitas pada tahap berikutnya.

 

 

Unknown

About Unknown

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :